Di perjalanan safar malam hari ini, aku tidur di samping anakku. Sambil menggenggam tangan suami, kebiasaan yang selalu aku hadirkan ketika hendak tidur.
Samar-samar melalui mata yang sayu, terlihat Ibu yang mengusap-usap kepala suami yang sedang duduk di antara Ibu dan Bapak. Rasanya hangat. Sedih. Dan haru. Mungkin Ibu rindu..
"Senderan aja Bi ke Bapak, kaya dulu waktu kecil"
Betapa suamiku kini menjadi seorang pria dewasa, bijaksana, berwibawa, namun di mata Ibu, beliau tetaplah anak kecil yang lucu. Ibu rindu dengan Mas. Rindu yang tak bisa terulang. Sebab kini, Mas sudah dewasa.
Mas banyak gengsinya. Beliau mencintai Ibu, namun sulit mengekspresikan. Bukan enggan. Namun ndak bisa. Aku memahami dan mengerti.
Kini, hidup Mas lebih banyak dihabiskan untuk aku dan Zayd. Sungguh, aku bisa merasakan kerinduan Ibu kepada Mas.
"Kalau sama Pibi, Ibu bisa bercanda"
Moment menyenangkan adalah ketika aku melihat Mas bercanda dengan Ibu, mereka sefrekuensi. Aku merasakan kedekatan yang kuat antara Mas. Walaupun mas lagi-lagi, banyak gengsinya.
Ketika Mas hendak mengantar Ibu untuk suatu keperluan,
"Ghina, Ibu pinjam dulu ya Mas Pibinya"
Hatiku bergumam, Bu.. jangan bilang begitu, Mas 24/7 sama kami, tapi sama Ibu, mungkin sekian hari saja dalam sebulan.
Aku sedih, namun bersyukur sekali. Betapa Ibu begitu baik kepadaku. Tak banyak menuntut. Begitu memahami aku.
Komentar
Posting Komentar