Klasik Menyeru

 


Bagaimana bisa seorang anak manusia melupakan sepenuhnya masa lalu, masa yang mewarnai hidupnya saat itu. Entah mengapa aku tumbuh menjadi sosok yang mudah mengenang, mudah mengingat, mudah merenung tentang apa yang telah aku lalui selama 20an tahun ini. Entah bagaimana aku bisa mengubah rasa menjadi asa. Mengubah terang menjadi redup. Mengubah hangat menjadi dingin. Ingin ku rasakan hatiku hampa atas apa yang telah kulalui. 

Namun, akan ada jejak yang tertinggal walau segelintir. Kini, aku menyadari bahwa diriku yang menahan aku untuk tidak lupa. Diriku yang membuat itu tetap terjaga. Diriku yang menjadikan kenangan sebagai mimpi panjang. Aku yang sengaja menyisakan itu sebagian. Aku yang menyusahkan diriku. Aku yang mengekang jiwa ku.

Walau manis dan hangat masih terasa. Bayang tawa masih jelas terekam. Aku hanya bisa mengubur itu dalam-dalam. Biar menjadi bagian perjalanan ku. Biar menjadi bagian perubahanku. Namun, dari apa yang aku rekam, nampak titik mula dimana semua berubah. Nyatanya, aku menyadari awal dari hakikat kehidupanku. Aku gelisah tak menentu, stress tanpa sebab, lelah tanpa arti. Mungkin, aku sedang lelah dengan dunia. Dunia yang mempermainkan aku dengan aturannya, bukan aturan Penciptanya. Dunia yang membawa aku pada kenikmatannya, bukan kenikmatan untuk kesudahannya. Dunia yang membutakan aku, buta akan kesenangan semu. 

Semua melangkah secara perlahan. Satu demi satu mengantarkan aku pada titik lurus menuju sang Rabbi. Benar adanya, jika lah Allah telah menentukan siapa yang Dia pilih, menentukan siapa yang berhasil meraihnya, tidak ada yang bisa menjegalnya. Kau tau, wahai diri? Pernah ada saat dimana kau bisa saja berbalik demi menggenggam satu tangan. Namun, Allah lepaskan genggaman itu agar kau hanya menghadap kepada-Nya. Kini, awal dimana hatimu menghadap kepada Sang Penguasa, ingat-ingatlah betul, betapa membahagiakannya hari itu. Jadikan pecutan bagi dirimu yang sekarang, berjuang meraih apa yang pernah kau raih, berjuang mencapai puncak dari segala puncak kebahagiaan. 

Berjuanglah wahai diri, jangan lemah.. Kau mampu, jika kau mau. Kau mampu, jika kau meminta. Kau mampu, jika kau merendah dan menangis di tengah cahaya kegelapan. Bangkitlah, hingga kau mencapai akhir kebahagiaan menuju kekekalan.

Komentar