Titik Terendah

Terkadang kita butuh sedih, jatuh, kecewa, serba salah, bahkan bingung harus minta pertolongan kepada siapa. Karena memang gak ada satu pihak pun yang bisa bantu, yang bisa menyelesaikan masalah kita. Terlalu pelik, terlalu complicated.

Kita butuh sedih, jatuh, kecewa, bahkan hingga ke titik terendah. Titik dimana kita merasa buntu, tak ada jalan untuk melangkah. Saat itu, Allah berikan masalah mungkin sebagai jalan untuk kita kembali kepadaNya, meminta pertolongan atas masalah hidup kita, karena kita sadar gak ada satu pun yang bisa selesaikan semuanya, kecuali Al-Aziz.

Terpuruk, tertekan, terhimpit membuat kita mengurut dada, menekan dahi, dan memecah tangis. Bertekuk lutut, bersimpuh, menunduk dalam-dalam, menyadari bahwa betapa rendahnya diri ini, kecil dan tak berdaya, rapuh dan tak punya kuasa, lemah dan tak mampu melangkah, kita menangis, menangis tersengal dihadapan Al-Jabbar. 

Dada ini seperti terhantam batu, tubuh bergetar, rasanya ingin mengeluarkan semua tangisan dihadapan-Nya, menyurahkan seluruh kelelahan dan ketidakmampuan diri ini, mengadukan kerasnya dunia ini, dan di titik itu lah, kita merasa Allah begitu besar atas kekuasaan-Nya yang meliputi alam semesta. 

Allah yang mahabesar, menciptakan kita dengan segala takdir kehidupan kita, menentukan jalan hidup yang tidak bisa kita pilih, menentukan dengan siapa kita hidup, dengan siapa kita berkeluarga, menentukan apakah diliputi oleh kenikmatan atau kesulitan, kaya ataukah miskin, dicintai ataukah dibenci. Allah mengatur semuanya tanpa ada yang tertinggal. Namun, semua pilihan hidup yang telah Allah tentukan tidak akan mempengaruhi kehidupan kita selama kita gantungkan harapan tinggi-tinggi kepada Allah. Kita akan tetap bisa tenang, nyaman, selama hati hanya terpaut kepada Allah.

Betapa bersihnya hati para ulama, ketika diberi ujian, justru mereka berpikir agar ujian ini tidak diselesaikan oleh Allah, karena saat itu lah mereka merasakan nikmatnya berdoa dan menangis kepada Allah. Saat dipenjara pun tak sengsara, karena dalam kondisi apapun tetap bisa berkhalwat dengan Allah. Karena mereka mencukupkan diri mereka hanya bersama Allah. Rahimahumullahu ta'ala.

Mungkin, ujian kita berat, tapi tidak ada yang berat bagi Allah. Semua bisa Allah uraikan dalam sekejap jika Allah mau. Namun, rasanya bukan hanya itu point pentingnya, tapi yang terpenting adalah bagaimana kita mampu menjadikan sebuah ujian sebagai wasilah untuk berlari mendekat kepada Allah, menggantungkan harapan kepada Allah, pasrah dan rasakan betapa nikmatnya meyakini kebesaran Allah, rasakan betapa kecil, lemah, rapuh dan bodohnya kita sebagai manusia. Hingga jika Allah berkehendak menyelesaikan semuanya, kita bisa merasakan kenikmatan besar atas pertolongan Allah yang tidak pernah sama sekali kita bayangkan, dan saat itu kita merasa bahwa betapa mahabaiknya Allah yang masih mau bantu setelah kita maksiati dan lalai dari perintahnya.

Saat itu akan menjadi sholat dan doa ternikmat yang pernah dirasakan.

"Berlarilah kepada Allah, hingga kau mampu merasakan kerinduan untuk bertemu denganNya, dan keinginan besar untuk istirahat di surgaNya."

Komentar