Kita Gak Paham

Punya orang tua tapi gak deket, rasanya kita akan kehilangan banyak hal yang berharga. Bukan hanya kehilangan moment bahagia, tapi juga kehilangan pelajaran hidup yang dialami oleh orang tua kita. Mereka, hidup berpuluh-puluh tahun, tentu sudah pasti merasakan asam garam kehidupan. Bagaimana Ibu dan Ayah berjuang menerjangang gelombang kesulitan dalam hidup. Bagaimana Ibu dan Ayah menghadapi begitu banyak manusia yang memberi dampak dalam kehidupan. Dan bagaimana Ibu dan Ayah berjuang memperhatankan sesuatu yang harus dipertahankan.

Kau tau? Dunia yang Ayah hadapi lebih dari yang kita kira. Mungkin ketika kita mengetahui kehidupan Ayah, kita hanya tau kulitnya saja. Kita hanya tau Ayah telat pulang kerja hingga larut malam, tapi mungkin sebenarnya dari pagi hingga sore Ayah belum dapat rezeki untuk di bawa pulang. Kita hanya tau Ibu marah kepada Ayah dan pertengkaran terjadi seperti biasanya, Ayah gak peduli dan memilih diam, tapi mungkin sebenarnya diamnya Ayah bukan karena gak peduli, tapi karena Ayah gak mau menyakiti Ibu dengan kalimat yang mungkin spontanitas terdengar kasar. Kita hanya tau Ayah lupa lagi ngasih uang bulanan kita, tapi mungkin sebenarnya Ayah ingat, hanya saja saat itu ayah habis di PHK, jadi jobless, Ayah gak bisa kasih uang. Kita juga gak tau, mungkin Ayah selalu kepikiran bagaimana kita makan, bagaimana kita berpergian kalau gak ada ongkos, bagaimana kita membeli ini itu untuk keperluan kuliah, lalu Ayah terpaksa meminjam uang kepada temannya. Betapa malu dan bersalahnya Ayah yang gak bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Kita hanya tau Ayah gak peduli, gak pernah tanyain keadaan kita, tapi mungkin Ayah bertanya ke Ibu tentang kita, bahkan Ayah sering berdiskusi dengan Ibu tentang kita. Hanya saja, Ayah gak tau cara menjadi orang tua, gak tau cara mengekspresikan kasih sayangnya, karena dulu ketika Ayah diasuh orang tuanya, Ayah gak pernah ditanya-tanya kabarnya, sekolahnya, atau bagaimana keadaan teman-temannya. 

Kita hanya tau kulitnya saja tentang Ayah. Ayah jarang dan bahkan gak ingin terlihat lemah di hadapan anak-anaknya. Ayah selalu ingin terlihat hebat, bertanggungjawab, dan mampu selalu bisa memberi ketika anak-anaknya butuh. Ayah mungkin cuek, tapi begitu lah Ayah.. yang hanya berani menatap kita saat kita tidur, yang hanya bisa menyelimuti kita saat suhu kamar lebih dingin, yang siap sedia bangun dengan mata merah ketika kita panggil karena kesakitan saat di-opname, yang menanti kedatangan kita dari perantauan, yang menunggu ditelfon untuk ditanyai kabar karena rindu dengan kita, dan begitu lah Ayah, yang hanya bisa mengekspresikan rasa sayangnya melalui doa-doa.

Namun, ketika Ayah sudah gak kuat dengan pedihnya kehidupan. Jadilah yang terdepan untuk bersedia menjadi pendengar Ayah. Jadilah yang terdepan untuk bertanya kabar Ayah, memastikan Ayah baik-baik saja, dan menawarkan diri, "Kalau ada apa-apa, aku siap banget jadi pendengar Ayah". Ayah butuh kita, tapi gak bisa bilang. Ayah mau cerita, tapi bingung bagaimana memulai. Ayah mau menangis, tapi khawatir terlihat lemah. Ayah juga manusia, Ayah juga ingin diperhatikan, disayang, didengar, diajak ngobrol seperti kita kepada Ibu.

Ayah butuh kamu, di sisa-sisa hidupnya, untuk sekedar menemani dan selalu ada..

Mungkin Ayah gak menggandeng tangan kita untuk mengajarkan bagaimana cara menjalani kehidupan, tapi Ayah akan menepuk punggung kita untuk menguatkan ketika kita terpuruk dalam hidup.

Untuk kita yang mungkin gak dekat dengan Ayah, gak ada cara lain selain memaksakan diri untuk masuk ke dunianya, ambil hatinya, dan jadikan Ayah nyaman selama bersama kita. Sebelum semua terlambat, sebelum kita hanya bisa bicara didepan gundukan tanah.







Recommended to watch,
https://youtu.be/GT6f5qNtq7w..
(Siapkan Tisu)

Komentar

Posting Komentar